SEJARAH ASOSIASI  GAS  INDUSTRI  INDONESIA

  1. SEJARAH ORGANISASI

Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) didirikan 11 September 1972 dengan nama awal Asosiasi Produsen Oksigen Indonesia (Asosiasi Oksigen). Inisiatif pembentukan-nya berangkat dari keinginan para produsen oksigen, yang pada waktu itu berjumlah enam perusahaan, masing-masing PT. Aneka Gas Industri (Persero) yang merupakan pemrakarsanya, PT. Industrial Gases Indonesia, PT. Krakatau Steel, PT. Pan Gas Nusantara Industri, PT. Nila Alam dan Pazam Auri Bandung, untuk memberi-kan partisipasi yang lebih nyata dan optimal dalam pembangunan nasional utamanya di sektor industri, lewat cara menghimpun oksigen dan ahli-ahlinya dengan meng-utamakan kepentingan Konsumen sekaligus berupaya memperjuangkan kepentingan Konsumen sekaligus berupaya memper-juangkan kepentingan bersama demi memajukan, mengembangkan, serta melindungi industri oksigen di Indonesia. Sebagai langkah awal mewujudkan keinginan tersebut, keenam perusahaan ini pun bergabung dalam satu wadah yang kemudian diberi nama Asosiasi Produsen Oksigen Indonesia, disingkat Asosiasi Oksigen.

Di tahun-tahun awal sejak berdirinya tak banyak permasalahan yang dihadapi. Sebab, disamping para produsen oksigen waktu itu, yang hanya berjumlah enam perusahaan, kesemuanya menjadi anggota Asosiasi dan lokasi mereka pun hanya menyebar di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat (Kecuali PT. Aneka Gas Industri (Persero) yang berkantor pusat di Jakarta, ketika itu sudah memiliki Cabang di enam kota besar ; Medan, Jakarta, Bandung, Semarang,  Ujung Pandang dan Surabaya

Koordinasi dalam bisnis pun seolah berjalan dengan sendirinya, sehingga kegiatan Asosiasi boleh dibilang tak ada karena mamang dirasakan belum begitu banyak kepentingannya.  Kalaupun ada kegiatan itu hanya terbatas untuk mempertahankan hubungan dengan BKS INKIM melalui pertemuan dan rapat-rapat periodik yang diadakan.

Terlena dengan keadaan yang tenang itu, keenam perusahaan anggota Asosiasi pun tenggelam dalam kesibukan mengurus bisnisnya masing-masing.  Sementara itu seiring dengan perjalanan waktu (sekitar tahun 1974 – 1975) perusahaan-perusahaan oksigen baru terus bermunculan.  Keadaan seperti ini sebenarnya bukan sama sekali tak disadari, karena Pengurus Asosiasi telah berkali-kali menghimbau kepada setiap perusahaan oksigen yang baru untuk bergabung. Namun sepertinya tak ada yang mendengar himbauan itu, dan hingga 1978, dimana jumlah produsen oksigen di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 50 Perusahaan, posisi dan jumlah keanggotaan Asosiasi Oksigen hanya mengalami perubahan kecil, yang ditandai dengan pengunduran diri PAZAM AURI dari keanggotaan karena alasan administratif, yang disusul bergabungnya PT. PUSRI dan PT. Pelita Bahari, sehingga jumlah anggotanya menjadi tujuh perusahaan.

Masalah pun mulai timbul. Banyaknya perusahaan oksigen yang sebagian besar enggan bergabung dalam Asosiasi memunculkan persaingan dalam bisnis yang  semakin tajam, bahkan telah menjurus kearah tak sehat / terlebih ketika Pemerintah mengeluarkan Kenop 15/1978 & waktu itu.

Disaat hampir semua komoditi mengalami kenaikan harga, untuk oksigen justru turun. Pasalnya, tak ada kekompakan diantara para produsen oksigen untuk mengendalikan harga dipasaran.  Yang ada justru sebaliknya.  Ditengah-tengah melesunya daya beli masyarakat ketika itu,  yang berakibat kondisi over supply, masing-masing produsen berupaya merebut pangsa pasar seluas-luasnya walaupun untuk itu harus disertai tindakan saling membanting harga. Keadaan seperti ini terus berlangsung kian tajam.  Dan barulah pada 1980, ketika para produsen oksigen benar-benar merasakan pukulan berat akibat persaingan tak sehat, ditandai munculnya situasi menghimpit yang mengancam kelangsungan usaha, akhirnya sebagian dari mereka menyatakan bersedia menjadi anggota Asosiasi, dan sejak itu jumlah anggota pun bertambah dari 7 menjadi 26 perusahaan.

Manfaatnya memang langsung terasa. Situasi menghimpit akibat persaingan tak sehat berangsur mereda, masalah-masalah yang timbul dimusyawarahkan dan dikaji bersama untuk dicarikan jalan keluar yang menguntungkan semua fihak. Komunikasi intern terus dijalin lewat pertemuan-pertemuan dan rapat. Usaha efektifikasi Asosiasi secara terus menerus dilakukan melalui konsultasi dengan Pemerintah : Dit.Jen. IKD, BKPM, Dit.Jen.AI, serta BKS INKIM dan sebagainya.

Guna melakukan konsolidasi organisasi secara lebih mantap, maka segenap anggota Asosiasi Oksigen pada 1981 menyepakati gagasan Pengurus untuk menyelenggarakan Kongres I.

Lingkup Diperluas

Maret 1981 Kongres I Asosiasi Oksigen diselenggarakan di Jakarta.  Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diperbaiki dan disempurnakan, Program Kerja dirumuskan dan disusun.  Komposisi dan personalia kepengurusan untuk periode 1981-1983 pun dipilih dan ditetapkan.  Semua ini dilaksanakan Pengurus Pusat, Pengurus Cabang dan segenap anggota Asosiasi Oksigen melalui jalan musyawarah untuk mufakat.

Ada yang agak eksklusif dalam Keputusan Kongres I ini, yakni disepakatinya perluasan lingkup Asosiasi dari yang semula hanya Oksigen, menjadi gas-gas industri yang meliputi :

  • Produk HPU (Hasil Pemisah Udara) terdiri atas : Oksigen, Nitrogen dan Argon
  • Produk CO2 atau Karbon Dioksida
  • Produk C2H2 atau Asetilin

Selanjutnya untuk menghilangkan kesan “Produk Tunggal” pada Asosiasi namanya pun diganti Asosiasi Produsen Gas-Gas Industri Indonesia, disingkat Asosiasi Gas Industri. Dan sejak itu komposisi keanggotaan (untuk sementara) dibagi ke dalam dua sektor :

Sektor Oksigen dan Sektor Asetilin

Dan dalam perkembangannya hingga saat ini, mengingat semakin beragamnya jenis gas Industri yang diproduksi anggota, maka sektor yang ada diperluas lagi menjadi 5 sektor, yakni sektor Oksigen, sektor Asetilin., sektor Asam Arang, sektor Hidrogen, dan sektor Nitrous Oxide.

Sampai dengan pertengahan tahun 1996 jumlah anggota Asosiasi Gas Industri 43 perusahaan ; yang terdiri atas 40 sektor Oksigen, 13 sektor Asetilin, 8 sektor Asam Arang, 1 sektor Hidrogen, dan 2 sektor Nitrous Oxide.

Pemakaian Logo

Menandai berakhirnya kepengurusan periode 1981-1983, pada bulan April 1984 Asosiasi Gas Industri menyelenggarakan Kongresnya yang kedua di Jakarta. Kongres kali ini hanya berlangsung sehari sekaligus dirangkai dengan penyelenggaraan Seminar Teknik pada dua hari berikutnya.  Hasil Kongres selain terbentuknya komposisi dan personalia kepengurusan periode 1984-1987 menetapkan Program Kerja, serta menyempurnakan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga, disepakati pula pemakaian “Logo” Asosiasi Gas Industri. Sedangkan tujuan Seminar Teknik diantara-nya adalah :

  • Untuk mendapatkan masukan yang dapat menambah pengetahuan anggota Asosiasi Gas Industri
  • Mempercepat hubungan di antara sesama ahli, teknisi serta industria-wan di bidang gas industri.
  • Sebagai upaya lebih menyiapkan diri dalam menyongsong Repelita VI dan lain-lain

Perubahan Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga

Dalam rangka mengadakan penyesuaian terhadap perkembangan ekonomi serta perlunya penyediaan perangkat konseptional yang mendasari kewajiban Asosiasi Gas Industri untuk lebih berperan menunjang suksesnya program-program Pemerintah, utamanya sektor industri, maka dalam Kongres III yang berlangsung sehari, 23 Juni 1987, segenap anggota sepakat mengadakan beberapa perubahan yang cukup mendasar terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Gas Industri

Keputusan penting lainnya yang disepakati dalam Kongres III itu adalah pergantian Ketua lama dari Ir. H. Amirul Jusuf kepada Drs. H.M. Ismoedi, serta berubahnya komposisi kepengurusan Asosiasi Gas Industri yang ditandai dengan masuknya unsur penasehat.  Sedangkan personil yang ditunjuk untuk menduduki formasi itu adalah Ir. H. Amirul Jusuf.  Pertimbangan pokok penunjukannya adalah karena pengalamannya dalam mengelola dan mengembangkan Industri Gas Industri di Indonesia selama lebih dari 20 tahun sehingga dipandang akan sangat membantu pengurus periode selanjutnya dalam memajukan Asosiasi Gas Industri.  Selain ditunjuk sebagai penasehat Ir. H. Amirul Jusuf juga ditetapkan sebagai anggota luar biasa dalam Asosiasi Gas Industri.

Termasuk dalam paket Keputusan yang disepakati anggota Kongres III adalah ditetapkannya acara Seminar Teknik sebagai program tetap yang akan diselenggarakan disetiap Kongres.